ASAL USUL PADI PULUT
Dahulu kala
tersebutlah seorang Dato (dukun) yang sangat sakti. Ia dapat menyuruh tungku
menari-nari.
Meskipun sangat
sakti, hati dukun ini sangat baik dan tulus. Ia tak pernah sombong, apalagi
dengki.
Pada suatu
hari, sang Dato pergi ke puncak sebuah bukit besar. Ia bersemedi di sana. Dato
itu lalu memohon kepada Tuhan agar diberi kekuatan mendirikan suatu negeri di
atas bukit. Tak lama kemudian, terdengarlah suara yang mengatakan bahwa doanya
akan terkabul. Akan tetapi, kelak kehidupan desa itu akan berakhir menyedihkan.
Sang Dato
kembali menemui masyarakat desanya. Ia menceritakan semua yang dialaminya itu.
Namun, belum selesai ia berbicara, beberapa penduduk menyela pembicaraannya.
Oleh karena itu, penduduk tidak tahu akhir kehidupan negeri baru mereka kelak.
Singkat cerita,
para penduduk pun pindah ke puncak bukit yang diberi nama Sicike-Cike. Akan
tetapi, sang Dato tidak ikut pindah. Ia tetap tinggal di desanya. Dalam waktu
singkat, penduduk kian banyak dan kian ramai. Perantau pun makin banyak yang
berdatangan ke negeri yang makin ramai dan subur ini. Namun sayang, mereka
mengangkat raja yang kejam. Mereka pun menjadi sombong dan kikir.
Tak lama
kemudian datanglah keluarga baru Sicike-Cike tersebut. Keluarga ini tergolong
keluarga kurang mampu. Mereka mempunyai seorang anak laki-laki, Olih namanya.
Sang ayah berwajah sangat tampan sehingga menawan hati kaum perempuan.
Akibatnya, ia menjadi lupa diri dan menikah lagi dengan gadis yang orang tuanya
kaya raya. Lalu, anak dan istrinya pun ia tinggalkan.
Malang nian
nasib ibu dan anak ini. Sudah ditinggal suami, hidup pula di negeri yang diperintah oleh raja yang kejam. Karena tak
berpunya dan sangat menderita, maka pergilah keduanya menuju hutan meninggalkan
negeri yang tak berbalas kasihan itu. Di hutan mereka mendirikan gubuk untuk
tempat tinggal. Apabila mereka lapar, dedaunan dan tanaman hutanlah makanan
mereka.
Meskipun
kehidupan di Sicike-Cike semakin makmur, tetapi penduduknya tetap kikir. Suatu
hari datanglah seorang tua sakti yang
berpakaian compang-camping ke negeri itu. Ia meminta sesuap nasi, seteguk air,
serta sesobek kain untuk menahan dingin. Akan tetapi, yang didapat hanyalah
caci maki yang menyakitkan. Lebih dari itu, orang tua itu sengaja didorong
sampai tercebur ke sungai agar bisa menjadi tontonan. Namun, apa yang terjadi
kemudian? Dalam waktu sekejap saja orang tua itu berubah menjadi lelaki tampan,
dan sekejap lagi berubah seperti semula. Begitu hingga beberapa kali sampai
semua orang yang melihatnya terpana. Setelah itu ia menghilang. Serentak mereka
mencari orang tua itu, tetapi tak juga ditemukan.
Ternyata, orang
tua sakti itu sampai ke sebuah ladang di tepi hutan tempat Olih dan ibunya tinggal.
Keduanya dengan senang hati menerima orang tua itu. Si Ibu memasakkan daun dan
cendawan untuk makanan. Olih yang telah menjadi pemuda yang berbudi,
menceritakan semua kejadian yang menimpa keluarganya sampai ia tinggal di tepi
hutan itu bersama ibunya. Akhirnya, orang tua sakti ini pun pamit.
Setelah
berpamitan, dalam sekejap orang tua itu menghilang. Olih dan ibunya sampai
terheran-heran.
Sementara itu,
sekonyong-konyong penduduk Sicike-Cike dilanda kelaparan. Untuk makan saja,
mereka harus meminjam ke sana kemari, termasuk ayah si Olih. Walaupun tertimpa
musibah, tapi penduduk negeri itu tetap sombong dan tidak mau sadar.
Suatu hari
negeri Sicike-Cike kedatangan tujuh orang gadis yang ingin bermalam. Tak satu
pun penduduk yang mau menerimanya. Mereka malah mencaci maki dengan kasar.
Akhirnya, pergilah ketujuh gadis itu ke hutan menuju gubuk Olih. Ibu dan Olih
pun menerima mereka dengan senang hati.
Malam pun tiba.
Tujuh gadis ini mohon izin untuk tidur. Sebelum tidur, mereka meminjam selimut.
Mereka kemudian tidur dengan selimut tersebut. Anehnya, mereka tidak
bangun-bangun. Akan tetapi, ibu Olih tidak berani membangunkan mereka. Pada
hari ketujuh sang ibu memberanikan diri membuka selimut para gadis. Alangkah
terkejutnya ia karena yang terlihat adalah timbunan padi dengan tujuh warna
yang indah dan menarik. Hanya tinggal satu orang yang masih utuh dari kepala
sampai leher. Gadis itupun berkata, “Untunglah tidak terlambat. Ambillah air
dan percikkan diriku. Jangan heran! Semua ini adalah karunia Yang Mahakuasa
atas permintaan ayah hamba sebagai orang tua keramat yang pernah menginap di
sini.”
“Kini jika ibu
berkenan dan Olih menyukaiku, aku rela menjadi istri Bang Olih dan Ibu menjadi
mertuaku.”
Kini bahagialah
keluarga kecil itu. Padi yang mereka miliki rasa yang istimewa, gurih dan
wangi. Selain itu, padi amat lembek dan lengket seperti pulut (getah). Oleh
karena itulah, padi itu diberi nama padi pulut. Padi pulut inilah dikenal padi
ketan atau beras ketan.
Maka
tersebarlah berita sampai ke Sicike-Cike yang mengalami kelaparan. Mereka
datang menghadap Olih untuk meminta padi pulut. Dengan kerelaan hati, Olih
memberikan padi pulut kepada orang-orang itu. Olih pun memberi nasehat bahwa
mereka harus mengubah sikap menjadi lebih baik.
Akhirnya,
karena kebijakan budi Olih, maka iapun diangkat menjadi raja negeri
Siciuke-Cike. Ia memimpin negeri itu sehingga rakyatnya menjadi makmur sentosa.